Berita & Topik

Aksi BAWASLU, Cegah Politik Uang

Rutong.id-Salah satu pertanyaan penting dan paling mendasar setiap menjelang Pemilihan Umum, termasuk Pilkada Serentak yang akan digelar 27 November nanti adalah, “mengapa Politik Uang marak terjadi. Mengapa kedaulatan suara kita sangat mudah disubtitusi dalam bentuk nominal uang yang tidak seberapa?”

Pertanyaan di atas disampaikan Thomas Tomalatu Wakanno sebagai narasumber di kegiatan, Sosialisasi Pengawasan Pemilihan Partisipatif Bagi Masyarakat di Negeri Rutong, pada Senin 30 September 2024, kemarin. Menurut Wakanno, pertanyaan itu penting diajukan karena selalu menjadi persoalan serius setiap kali penyelenggaraan Pemilu/Pemilukada. Apa lagi kita segera memasuki Pilkada Serentak untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota, serta Gubernur dan Wakil Gubernur.

Pada kesempatan awal, Reinaldo C. Pattisina, salah satu Komisioner Badan Pengawas Pemilu Kota Ambon menyampaikan sambutan bahwa pentingnya kegiatan sosialisasi ini mengingat dua faktor. Pertama, kemampuan Bawaslu melakukan pengawasan sangat terbatas. Hanya ada tiga komisioner di tingkat kota, di masing-masing kecamatan juga hanya ada tiga Panitia Pengawas Kecamatan, dibantu pengawas di masing-masing negeri. Kedua, karena keterbatasan itu sehingga dibutuhkan peran aktif masyarakat untuk berpartisipasi ikut mengawasi pelaksanaan Pilkada Serentak. Terutama dari praktik-praktik politik uang yang biasa marak menjelang pelaksanaan Pilkada.

Demikian juga Sekretaris Negeri Rutong, Reinaldo Talahatu pada sambutan pembukaan acara menyampaikan bahwa pengawasan partisipatif ini sangat penting untuk menjamin terciptanya asas Pilkada yang Luber dan Jurdil. Memang kita sejauh ini sudah dihimbau untuk selalu netral selama perispan menjelang Pilkada. Tetapi himbauan itu belum cukup untuk menjaga kesuksesan perhelatan besar itu.

Kegiatan sosialisasi yang diikuti perwakilan masyarakat dan kelembagaan ini merupakan event kedia bagi Bawaslu, setelah sebelumnya sudah dilaksanakan di Negeri Passo. Harapannya, Rutong juga dapat menjadi Negeri yang menolak praktik politik uang sebagai upaya prepentif.

Lanjut pada pertanyaan awal, Wakanno memaparkan bahwa tingkat kerentanan masyarakat terhadap godaan politik uang disebabkan karena masih rendahnya pendidikan politik yang dilakukan kepada masyarakat. Sehingga rendahnya tingkat literasi politik membuat masyarakat sangat permisif. Padahal sudah sering kita dengar slogan, jangan karena uang lima puluh ribu lalu manyasal lima tahun.

Tingkat permisif itu, masih menurut Wakanno, bisa kita lihat di media sosial ada yang memasang foto bentangan spanduk berbunyi, “kompleks ini siap menerima serangan fajar”. Ini menandakan bahwa politik uang sudah bukan hal yang tabu. Tetapi kita tetap terus berupaya untuk mencegah hal tersebut. Dan Negeri Rutong diharapkan menjadi pelopor dalam gerakan tolak politik uang ini.***