Berita & Topik

Dari Forum HDII Maluku

Rutong.id-Untuk mewujudkan harmoni antara budaya dan alam yang termanifestasi dalam desain berkelanjutan, maka hal mendasar yang harus diupayakan adalah mengembalikan tatanan Adat sebagai tumpuan hidup orang Maluku. Ketika kita tidak lagi menggunakan Adat maka segala hal yang tidak berjalan selaras dengan alam juga berlangsung di sekitar kita.

Salah satu hal paling menonjol adalah modernisasi gaya hidup yang mengabaikan penggunaan material berbasis alam. Fenomena ini didorong oleh berbagai hal; urbanisasi dan pola perubahan penduduk yang ikut mengubah wajah kota dan negeri yang ada di Maluku. Menguatnya kebutuhan menyelaraskan kehidupan dengan kemajuan yang abai terhadap lingkungan. Berbagai faktor itu yang mengubah pola desain yang semakin menjauh dari tatanan budaya dan harmoni dengan alam.

Dua pernyataan penting itu disampaikan Raja Negeri Rutong, Reza Valdo Maspaitella di forum seminar bertajuk, Harmoni Budaya dan Alam dalam Desain Berkelanjutan di Auditorium Universitas Pattimura Ambon, 16 April 2025. Seminar diselenggarakan oleh Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Maluku, sebagai rangkaian kegiatan promosi dan mengenalkan budaya lokal dalam desain mutakhir yang dihelat selama tiga hari, 15-17 April 2025.

Apa yang disampaikan Raja Rutong selaras dengan presentasi narasumber sebelumnya, Dr. Eng. Beta Paramita, ST, MT, peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Beta Paramita memaparkan satu hal penting bahwa menurut hasil pengamatan, Kota Ambon selama 20 tahun sejak 2002 mengalami peningkatan suhu permukaan sebesar 30 celcius. Peningkatan itu selain disebabkan oleh perubahan tata ruang dan tata guna lahan, juga disebabkan oleh penggunaan material atap gelap dan dinding beton polos yang menyerap panas lebih besar dan dapat memperburuk Urban Heat Island (UHI).

Di sesi sebelumnya tampil dua pembicara praktisi yang sudah terkenal dengan karya desainnya masing-masing; Gregorius Yori Antar, arsitek dari kantor Han Awal & Partners. Yori Antar pernah terlibat dalam proyek partisipatif revitalisasi Kampung Wai Rebo di Flores, NTT. Kemudian Rudi Dodo, arsitek yang mendesain beberapa bangunan artistik di Bali, serta desainer gedung IKN Nusantara.

Kedua pembicara awal juga menyampaikan hal selaras bahwa pengunaan material dan ornamen serta ragam hias lokal selain ramah lingkungan, juga mempertegas identitas budaya kita, dan diapresiasi oleh negara asing. Sehingga menjaga harmoni budaya dengan alam dalam konteks desain berkelanjutan sudah menjadi satu kebutuhan untuk merespon perubahan gaya hidup dan perubahan iklim yang kian mendesak.

Apa yang disampaikan Raja Rutong bisa menjadi simpul atas tuntutan perubahan iklim dan adaptasi desain yang ramah lingkungan. Juga ikut berpartisipasi menekan laju peningkatan suhu yang terus meningkat. Sehingga penegasan untuk kembali ke tatanan Adat dengan segala asfek budaya di dalamnya akan sangat berperan dalam percepatan pembangunan ramah lingkungan dan upaya pertahanan budaya di tengah genpuran urbanisasi dan perubahan gaya hidup modern.***